Beranda > Cyberspace > Hidup di Jagad Cyber (Versi Agak Serius)

Hidup di Jagad Cyber (Versi Agak Serius)

by: Husnul Muttaqin

(Ini versi agak serius dari tulisan Hidup di Jagad Cyber. InsyaAllah akan ada tiga versi: Versi guyonan, versi agak serius dan versi serius. hehehehe.)

Sebetulnya dunia ini tidak hanya satu tapi banyak. Ada dunia nyata, ada dunia mimpi, dunia hayalan, dunia panggung, dunia maya dan lain-lain. Selama ini yang kita anggap sebagai dunia yang sebenarnya hanya dunia nyata. Tapi perkembangan internet memunculkan dunia lain yang kita alami dengan cara yang tak kalah nyata dengan dunia nyata. Realitas yang ditawarkan dunia cyberspace tampak bagi kita sebagai realitas yang begitu nyata, bahkan tak jarang kita rasakan lebih nyata dari kenyataan sekalipun. Ada orang yang merasa lebih hidup ketika dia sedang menjalani aktifitasnya di jagad cyberspace.

Sifat nyata dari dunia maya benar-benar terasa saat orang sedang asyik dan tenggelam dalam aktifitas di berbagai jejaring sosial seperti facebook. Di facebook kita bisa melakukan hampir semua hal yang bisa kita lakukan di dunia maya. Di facebook kita bisa ngobrol, bercanda, saling mencolek, mengundang teman untuk menghadiri acara, pedekate atau berangkulan. Bahkan kita bisa makan dan minum di facebook, tentu saja secara virtual. Facebook adalah cerminan diri virtual kita. Kita tinggal nulis status tentang aktifitas kita dan orang akan tahu bahwa kita sedang melakukan sesuatu. Semua itu berlangsung secara virtual.

Kita tidak bisa mengatakan bahwa ini cuma bayangan atau imajinasi. Aktifitas-aktifitas dan status kita di facebook itu tak kalah nyata dengan apa yang kita lakukan di dunia nyata. Buktinya orang memperlakukan kita di facebook nyaris sama dengan perlakuan orang di dunia nyata. Kalau orang mencolek temannya di facebook, tidak bisa kita anggap sekedar hayalan. Orang merasa bener-bener melakukan sesuatu pada temannya. Rasanya mungkin beda dengan mencolek atau dicolek dalam dunia nyata, tapi colekan di facebook itu juga dirasakan tak kalah nyata dengan di dunia nyata. Jadi jangan heran jika kita mendengar ada pasangan yang bertengkar hebat baga-gara pasangannya sering main colek-colekan dengan temen-temennya di facebook.

Cermin Dunia Nyata

Dunia virtual kita rasakan begitu nyata, salah satunya, karena ia memiliki hubungan langsung dengan kenyataan sehari-hari. Kasus Prita Mulyasari misalnya adalah bukti bagaimana internet, terutama facebook, bisa menjadi jembatan antara para penggunanya dengan dunia nyata. Tak heran jika kekuatan sosial yang dimunculkannya luar biasa.

Dalam konteks ini, realitas maya di jagad cyber bisa kita lihat sebagai refleksi dari realitas nyata dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai persoalan di dunia nyata, mulai dari yang besar seperti terorisme sampai yang kecil dan remeh seperti bagaimana mengatasi sisa makanan yang nyangkut digigi, menjadi pembicaraan menarik di dunia maya. Jadi, realitas maya ini adalah cermin yang paling komplit dari realitas maya. Karena itu para penghuni dunia maya tidak merasa hidup di planet lain atau dunia lain. Mereka merasa hidup di dunia dan planet yang sama dengan yang mereka huni dalam kehidupan sehari-hari.

Realitas Kedua: Menyenangkan tapi juga sangat riskan

Tapi sifat nyata dunia virtual ini bukan hanya karena ada korelasi langsung dengan realitas nyata tapi dunia virtual memang mampu menjadi realitas kedua yang bisa menggantikan realitas nyata sehari-hari. Jangan heran kalau anda mendapati ada orang yang lebih banyak menjalani hidup di dunia maya daripada dunia nyata. Ini bisa terjadi karena cyberspace menawarkan keasyikan tersendiri bagi para penggunanya. Cyberspace menawarkan cara baru dalam menjalani dan mengalami hidup.

Hidup di dunia cyber, bagi banyak orang sangat mengasyikkan, bahkan dirasakan lebih menjanjikan keintiman. Ngobrol itu biasa, tapi ketika dilakukan di jagad raya cyber dengan teman-teman maya kita, ada keasyikan tersendiri. Diskusi itu fenomena yang biasa kita saksikan di kalangan terpelajar tapi kalau diskusinya melalui twitter, ada aspek lain yang ikut serta: rekreatif, menyenangkan dan menggoda. Terlebih jika dilakukan dengan cara anonim seperti ketika orang ngobrol via mIRC atau Yahoo Messenger, orang akan merasa lebih bisa terbuka dan tak jarang sangat ekspressif. Karena anonimitasnya, orang dapat saja tergoda dan merasa aman untuk mengungkapkan bagian-bagian dari dirinya yang di dunia nyata tidak akan diungkapkannya.

Kenyataan ini membuat para penduduk dunia maya seakan memiliki dua identitas dan kepribadian yang bisa jadi sangat berbeda. Kita tidak bisa sekedar menilai mana diantara dua indentitas dan kepribadian ini yang asli karena bisa jadi dua-duanya memang mencerminkan dirinya yang sebenarnya, hanya berbeda sisi. Semua orang mempunyai dua sisi yang berbeda atau bahkan bertentangan, sisi gelap dan terang, sisi hitam dan putih, sisi introvet dan ekstrovet, sisi ilahi dan syaitoni. Di dunia nyata, karena kontrol nilai dan norma-norma dalam masyarakat, ia mungkin hanya akan menampilkan bagian dirinya yang direstui secara sosial. Di dunia maya, kontrol semacam ini sangat longgar atau bahkan tidak ada sama sekali. Karena itu ia merasa bebas untuk mengekspresikan bagian dirinya yang terpendam. Terlebih jika dia masuk dalam jagad raya cyber dalam situasi anonim, ia tidak lagi merasa perlu mengindahkan nilai dan norma-norma yang ada karena tidak ada seorang pun yang mengenalnya.

Situasi tidak dikenal atau anonim inilah yang membuat banyak orang merasa aman jika melakukan tindakan-tindakan yang secara sosial tidak direstui atau tidak bertanggungjawab. Beberapa pelaku kriminal dalam dunia cyber melakukan aksinya karena ia merasa tidak bisa dikenali, entah karena keahlian sehingga dia mampu melancarkan aksinya secara anonim ataupun karena ketidaktahuan bahwa aksinya bisa diketahui orang. Di negara kita, menyebarkan materi-materi pornografi adalah kejahatan tapi masih sangat banyak pemakai internet di sini yang menaruh konten-konten pornografi di internet, seperti dengan sengaja menyebarkan video porno artis atau bahkan video porno koleksi pribadi karena menyangka tidak ada yang dapat melacaknya. Padahal, di dunia cyber sebetulnya tidak ada data yang tidak bisa dilacak. Persoalannya tinggal apakah kita punya akses dan kemampuan untuk melacaknya atau tidak.

Pelaku cybercrime lain seperti para cracker yang gemar membobol kartu kredit orang atau mengganggu, bahkan merusak situs orang lain, melakukan aksinya dengan keahlian. Ia memiliki kemampuan untuk menghindar dan melancarkan aksinya tanpa mampu dilacak. Tapi tentu saja dia sadar betul bahwa sepandai-pandai tupai melompat akhirnya akan jatuh juga. Sehebat-hebatnya seorang hacker (cracker) pasti bisa dihentikan oleh hacker lain yang lebih ahli. Sehebat-hebatnya hacker pasti ada lobang yang dia tinggalkan yang dapat dipakai untuk melacak dan menjerat dirinya. Ini dunia dimana tidak ada hal yang betul-betul aman. Seberapapun hebatnya para ahli dalam mendesain sistem yang anti bobol suatu saat akan bobol juga oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Sistem keamanan sekaliber sistem informasi pentagon saja dapat dibobol oleh seorang bocah.

Saya teringat benar dengan pemilu beberapa waktu lalu (pemilu yang memilih SBY sebagai presiden periode pertama). Saat itu KPU dikritik karena menghamburkan uang untuk membangun sebuah situs internet yang tidak sepadan dengan anggarannya. Ketua KPU saat itu (saya lupa namanya) kebakaran jenggot dan menantang siapapun yang dapat membobol sistem keamanan situs KPU. Tak sampai sehari situs itu kemudian jebol oleh seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana malunya sang Ketua KPU.

Ini bagian pertama tulisan ini. Bagian kedua segera menyusul. Maklum belum selesai nulis tapi sudah ngebet publish. hehehehe. Bagian kedua nanti berbicara tentang the illusion of immersion. Kira-kira preview-nya begini:

“The Illusion of Immersion

Sifat nyata dari realitas cyber juga diperoleh dari apa yang oleh Michael Heim dalam The Metaphisycs of Virtual Reality (1993) disebut sebagai The Illusion of Immersion. Masuk dalam jagad raya cyber berarti terlibat di dalamnya, merasa seakan hidup dalam alam virtual. Keterlibatan orang dalam dunia cyber tak ubahnya kerelibatan orang dalam dunia nyata. Keterlibatan itu tentu saja lebih sebagai keterlibatan psikis dan kognitif, karena pada dasarnya yang melakukan aktifitas adalah pikiran dan psikis kita. Hanya saja keterlibatan itu bisa jadi juga adalah keterlibatan secara fisik, tentu saja keterlibatan fisik yang disimulasikan. Jika dalam realitas virtual, kita sebagai penjaga sebuah toko elektronik, maka kita akan sepenuhnya terlibat dalam pengelolaan toko, mulai dari menata barang-barang, melayani customer, sampai mengirim barang-barang yang dipesan customer. Kita melakukan semua aktifitas “fisik” itu dengan simulasi: menata barang-barang dengan tangan simulatif, berjalan di toko dengan kaki simulatif, mengantar barang dengan kendaraan simulatif. Jadi tidak ada hal di dunia nyata yang tidak bisa kita lakukan di dunia maya. Caranya saja yang berbeda karena ini dunia simulatif.”

  1. Maret 10, 2018 pukul 8:08 pm

    terimakasih informasinya, lengkap banget. soal dunia virtual rasanya apapun bisa mengaburkan realitas dunia nyata dan membentuk pola pikir pemakai yang introvert. ada sisi baik dan buruk terhadap perkembangan internet terlebih media sosial, untuk itu bijak2lah dalam menggunakan internet dan perangkatnya.

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar