Arsip

Arsip Penulis

2010 in review

The stats helper monkeys at WordPress.com mulled over how this blog did in 2010, and here’s a high level summary of its overall blog health:

Healthy blog!

The Blog-Health-o-Meter™ reads Fresher than ever.

Crunchy numbers

Featured image

A helper monkey made this abstract painting, inspired by your stats.

A Boeing 747-400 passenger jet can hold 416 passengers. This blog was viewed about 1,500 times in 2010. That’s about 4 full 747s.

 

In 2010, there were 3 new posts, growing the total archive of this blog to 11 posts. There was 1 picture uploaded, taking a total of 4kb.

The busiest day of the year was August 1st with 63 views. The most popular post that day was Welcome !.

Where did they come from?

The top referring sites in 2010 were id.wikipedia.org, search.conduit.com, facebook.com, google.co.id, and blog.sunan-ampel.ac.id.

Some visitors came searching, mostly for sosiologi profetik, profetik, http://www.sosiologi, manfaat dialog, and “sosiologi profetik”.

Attractions in 2010

These are the posts and pages that got the most views in 2010.

1

Welcome ! January 2008
15 comments

2

Menuju Sosiologi Profetik January 2008
4 comments

3

Facebook Merubah Cara Kita Berinteraksi April 2009
9 comments

4

Menyoal Kembali Budaya Seks Mahasiswa December 2008

5

Antara Sex, Birahi Dan Cinta December 2008
6 comments

Kategori:Tak Berkategori

Agenda Reformasi Kultural Relasi Antar Umat Beragama Di Indonesia

Januari 7, 2011 1 komentar

Oleh: Husnul Muttaqin

Dimuat dalam jurnal Studi Agama MILLAH, Vol. IV, No. 1, Agustus 2004


Pengantar

Saat kita berbicara tentang agama, yang terlintas dalam benak kita adalah seperangkat nilai luhur kemanusiaan dan ketuhanan yang sedemikian indah, mempesona dan komprehensif. Bagaimana tidak luhur jika yang diajarkan oleh setiap agama adalah kebaikan dan menolak segala bentuk kejahatan. Bagaimana tidak humanis jika setiap agama bercita-cita untuk memanusiakan manusia, memberi makna pada kehidupannya, berbuat baik pada sesama, melarang tindakan yang membahayakan orang lain. Nilai-nilai inilah yang dalam sejarah kemanusiaan telah memoles wajah dunia menjadi lebih manusiawi.

Tapi bersamaan dengan itu, kita terpaksa harus menelan kekecewaan yang mendalam bahwa nilai-nilai luhur transendental itu tidak selamanya menjadi kenyataan kehidupan yang menyejarah. Sejarah agama justru sering kali diwarnai dengan nuansa dehumanis yang pekat, jauh dari nilai-nilai luhur yang diidealkan. Baca selengkapnya…

Hidup di Jagad Cyber (Versi Agak Serius)

Desember 18, 2010 1 komentar

by: Husnul Muttaqin

(Ini versi agak serius dari tulisan Hidup di Jagad Cyber. InsyaAllah akan ada tiga versi: Versi guyonan, versi agak serius dan versi serius. hehehehe.)

Sebetulnya dunia ini tidak hanya satu tapi banyak. Ada dunia nyata, ada dunia mimpi, dunia hayalan, dunia panggung, dunia maya dan lain-lain. Selama ini yang kita anggap sebagai dunia yang sebenarnya hanya dunia nyata. Tapi perkembangan internet memunculkan dunia lain yang kita alami dengan cara yang tak kalah nyata dengan dunia nyata. Realitas yang ditawarkan dunia cyberspace tampak bagi kita sebagai realitas yang begitu nyata, bahkan tak jarang kita rasakan lebih nyata dari kenyataan sekalipun. Ada orang yang merasa lebih hidup ketika dia sedang menjalani aktifitasnya di jagad cyberspace. Baca selengkapnya…

Facebook Sejuta Rasa (Hidup di Jagad Cyber: Versi Guyonan)

Desember 18, 2010 2 komentar

by: Husnul Muttaqin

(Ini versi guyonan dari tulisan Hidup di Jagad Cyber. InsyaAllah akan ada tiga versi: Versi guyonan, versi agak serius dan versi serius. hehehehe.)

Perilaku orang di facebook itu macam-macam. Ada yang paling demen berpuisi. Ada yang suka curhat tentang kegundahan hatinya. Ada yang selalu terbayang dengan facebook, sampai-sampai saat sholat pun komentar teman-temannya di facebook masih terngiang-ngiang. Baca selengkapnya…

Fikih Era Cyberspace

Februari 23, 2010 2 komentar

by. Husnul Muttaqin

Dimuat dalam Jurnal Hukum Islam, Vol. 01, No. 01, Maret 2009, Kopertais IV Surabaya, dengan judul Urgensi Pembaharuan Fiqh Era Cyberspace. Sebetulnya ditulis saat rame-ramenya fatwa facebook, cuma baru terbit sekarang, jadi agak kadaluarsa. 🙂

Pendahuluan

Beberapa waktu yang lalu muncul fatwa tentang Facebook. Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMPP) se-Jawa Timur mengharamkan penggunaan jejaring sosial seperti friendster dan facebook yang berlebihan. Berlebihan itu antara lain jika penggunaannya  menjurus pada perbuatan mesum dan yang tidak bermanfaat.[1] Tak ayal, fatwa keharaman facebook memicu kontroversi di media. Kontroversi terjadi karena, selain facebook sudah menjadi ikon baru persahabatan di dunia maya yang membuat jutaan penggunanya keranjingan, juga karena distorsi informasi oleh media yang cenderung hanya menekankan pada statemen keharaman facebook dan menghilangkan syarat ‘jika digunakan secara berlebihan’.

Munculnya kontroversi seputar fatwa Facebook sebetulnya semakin mempertegas kebutuhan reinterpretasi atas tafsir-tafsir agama sehingga dapat menjawab tantangan masa kini. Agama mau tidak mau harus terlibat dalam upaya menjelaskan dan mendefinisikan dunia yang terus berubah dengan sangat cepat. Baca selengkapnya…

Facebook Merubah Cara Kita Berinteraksi

April 25, 2009 10 komentar

Oleh: Husnul Muttaqin

Dua hal merubah cara manusia berinteraksi: internet dan HP. (Kita bahas internet saja ya).

Selain software2 live chat seperti mIRC dan beberapa jenis messenger (Yahoo Messenger, Google Talk, dll), facebook muncul sebagai ikon baru persahabatan di dunia maya. Ini belum ditambah dengan beberapa situs jejaring sosial lain seperti friendster atau myspace. Agak berbeda dengan mIRC dan messenger yang tingkat keanoniman para penggunanya sangat tinggi, facebook relatif lebih menekankan keaslian identitas para penggunanya. Ini karena di facebook, orang ingin bertemu dengan teman-teman lamanya yang sudah lama berpisah. Karena itu, identitas menjadi penting, setidaknya nama dan gambar diri.

Ini berbeda dengan mIRC yang hanya memakai nick/alias sebagai identitas dalam aktifitas chatting para penggunanya. Karena tingkat ke-anonim-annya sangat tinggi, kita tidak pernah benar-benar tahu dengan siapa kita ngobrol saat menggunakan mIRC. Bahkan, setiap orang bisa mengaku sebagai wanita tanpa ada yang tahu bahwa sejatinya dia adalah makhluk berpedang. :). Coba saja baca nick-nick ini: co_cr_ce, co_yogya, satria_baja_hitam, ce_sexy, ce_imutz, cr_tmn_curhat, co_tajir, gibran dan segudang nick lain yang tidak pernah jelas siapa pemiliknya. Baca selengkapnya…

Golput kok Dimaki-Maki!

Desember 28, 2008 5 komentar

— Husnul Muttaqin —

(Ini obrolan ringan saja, jadi kalau ada bahasa-bahasa yang agak disangat-sangatkan, harap maklumlah, gak usah tersinggung!. Mari kita mulai ngobrol!)

Saya bener-bener gak habis pikir, apa sih yang ada di kepala si Hidayat Nurwahid sampai-sampai merasa perlu untuk meminta fatwa haram golput pada MUI?

Ketika kita memutuskan untuk tidak menjatuhkan pilihan pada pilihan-pilihan yang telah disediakan seakan-akan kita bertindak subversif, berbahaya bagi kelangsungan kita sebagai bangsa. Ini karena kita begitu ketakutan dengan perbedaan. Mereka yang punya kepentingan kemudian menafsirkan kebebasan sebagai sekedar bebas memilih di antara pilihan-pilihan yang telah disediakan. Padahal sejatinya, kebebasan juga termasuk hak untuk memilih di luar pilihan yang tersedia.  Kebebasan memilih hanya didalam pilihan-pilihan yang telah disediakan pada hakekatnya tak lain adalah pemasungan yang disamarkan. Baca selengkapnya…

Antara Sex, Birahi Dan Cinta

Desember 21, 2008 6 komentar

Antara Sex, Birahi Dan Cinta
Oleh: Husnul Muttaqin

Ketika judul di atas terlintas di kepala, saya membayangkan terjadinya sebuah dialog hangat antara seorang dokter, filosof, sufi dan seorang mahasiswa. Kata sang filosof: ”Sex, birahi dan cinta adalah insting dasar manusia yang luhur”. Tak mau kalah sufi kita bertutur dengan penuh penghayatan: “Di dalam birahi, sex dan cinta aku bertemu dengan Tuhan”. Sang dokter lalu menimpali: “Birahi merupakan gejolak yang muncul akibat rangsangan yang ditimbulkan oleh reaksi hormon-hormon kedewasaan. Melalui birahi, hubungan seksual menjadi mungkin”. “Cinta? Apa ya?”, dokter kita kebingungan. Giliran mahasiswa, dia berkata dengan sangat meyakinkan: “Sex, birahi dan cinta adalah nama lain dari ranjang !”

Saya tidak tahu apakah akan banyak guna untuk mendefinisikan sex, birahi dan cinta. Kalau toh iya, definisinya bisa jadi sebanyak kepala manusia yang masing-masing punya pengalaman dan penghayatan tersendiri tentang sex, birahi dan cinta. Jika tidak, barang kali manusia memang tidak butuh definisi untuk bisa mengalami. Tapi biar bagaimanapun, tahu jauh lebih baik dari pada tidak. Setidaknya, ketika kita bertanya apa itu sex, birahi dan cinta, kita tahu apakah ketiganya memang hanya berhubungan dengan ranjang? Baca selengkapnya…

Kategori:Refleksi, Seksualitas Tag:, ,

Menyoal Kembali Budaya Seks Mahasiswa

Desember 21, 2008 Komentar dimatikan

Oleh: Husnul Muttaqin

Ditulis sekitar tahun 2002

Tulisan ini tidak hendak berbicara tentang angka atau prosentase tentang perilaku seks mahasiswa yang sering kali mencengangkan kita. Angka-angka itu sudah cukup membuat banyak pihak kebakaran jenggot, seperti penelitian Iip Wijayanto yang kemudian memicu kontroversi sengit, bahkan cenderung tidak sehat, mengancam kebebasan ilmiah dalam dunia penelitian. Dengan asumsi bahwa realitas freesex di kalangan terpelajar (mahasiswa) memang tidak dapat dipungkiri keberadaaannya, berapapun prosentase yang anda setujui, saya ingin mengajak pembaca untuk sedikit melakukan refleksi ringan atas dunia yang selama ini dipandang luhur: dunia pendidikan, dunia mahasiswa yang mewakili idealisme dan keberpihakan terhadap nilai-nilai luhur kebenaran dan moral

Seks memang sebuah misteri yang tak kunjung terpecahkan sepanjang sejarah manusia. Dahulu, seks dipandang misterius karena “dikamartidurkan”, diselimuti tanda tanya dan ketidakjelasan. Tapi publikasi wacana seks ternyata bahkan semakin mengukuhkan status misterinya. Fenomena cybersex barang kali adalah puncak absurditas perilaku seksual manusia yang sangat tidak masuk akal. Bayangkan saja, seks ditransformasikan melalui jaringan kabel dan komputer yang membentuk dunia maya (virtual reality). Mungkin karena sifat misterinya, maka ketika fakta-fakta terkuak, banyak yang tercengang, terheran-heran, tidak percaya. Demikianlah yang terjadi ketika fakta-fakta di seputar seks bebas di kalangan mahasiswa terungkap, banyak yang terperanjat. Baca selengkapnya…

Dari Dialog ke Arah Kerjasama

Oleh: Husnul Muttaqin

Menarik untuk mencermati apa yang disampaikan Amin Abdullah dalam tulisannya: Kebebasan Beragama Atau Dialog Antaragama: 50 Tahun Hak Asasi Manusia. Amin menyarankan bahwa Dialog Antar Agama mensyaratkan perlunya “kerja sama” antarumat beragama. Walaupun konsep kerja sama itu tampak masih sangat jauh dari realitas (dalam realias, dialog untuk melahirkan ke-salingpaham-an saja masih sangat sulit untuk dilakukan, apalagi kerja sama), tapi konsep ini kiranya mampu menawarkan alternatif solutif untuk menyelesaikan beberapa masalah dialog antar agama di lapangan.

Satu diantara masalah paling krusial dalam Dialog Antar Agama adalah bahwa dialog-dialog itu cenderung  bersifat elitis, dalam arti tidak menyentuh akar rumput dan hanya menjadi konsumsi orang-orang yang memang sejak awal telah memiliki kesadaran akan pluralitas keberagamaan bangsa Indonesia. Sedangkan sebagian besar umat beragama yang sering kali berhadapan langsung dengan masalah-masalah di seputar ketegangan hubungan antarumat beragama tetap tidak tersentuh. Hal ini karena dialog itu lebih banyak menggarap persoalan-persoalan di seputar isu-isu teologis normatif daripada isu-isu kemanusiaan riil yang dihadapi secara bersama-sama oleh semua pemeluk agama. Akibatnya, masyarakat di akar rumput tidak pernah benar-benar merasakan manfaat dialog itu bagi kehidupan mereka. Dialog bagi mereka adalah sebuah konsep yang terlalu muluk, dan tidak pernah memberikan kontribusi apapun bagi penyelesaian persoalan-persoalan riil yang menghimpit mereka.

Kita seringkali lupa bahwa konflik-konflik agama yang terjadi tidak selalu dapat dijelaskan dengan melihat sebab-sebab yang bersifat teologis. Tak jarang konflik itu terjadi karena latar belakang ekonomi, politik atau sosiokultural tertentu yang sebenarnya tidak secara langsung berkaitan dengan teologi. Persoalan kemiskinan, kecemburuan ekonomi, ketidakadilan perlakuan di bidang politik, pendidikan adalah sebagian dari masalah sosial yang dapat membawa-bawa nama agama untuk diseret ke dalam jebakan konflik. Jadi teologi (agama) sebenarnya tidak selalu menjadi faktor utama penyebab konflik. Karena itulah dialog antaragama seharusnya juga menyentuh persoalan-persoalan riil di tengah masyarakat, bukannya terus berkutat di seputar isu-isu teologis yang tak berkesudahan.

Persoalan sosial yang dihadapi bangsa kita ini bersifat lintas agama. Kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah persoalan-persoalan sosial yang tidak pandang bulu apapun agamanya. Karena itulah, agama hendaknya memberikan kontribusi nyata bagi penyelesaian persoalan-persoalan tersebut. Dan karena persoalan-persoalan tersebut bersifat lintas agama, maka agama-agama harus bekerjasama untuk mencari solusi terbaik. Jika dialog dalam tataran teologis lebih berorientasi ke arah ke-salingpaham-an, maka dialog antaragama dalam konteks membicarakan isu-isu riil di tengah masyarakat lebih berorientasi ke arah membangun kerja sama antarpemeluk agama untuk dapat menyelesaikan persoalan-persoalan sosial yang dihadapi.

Dengan cara semacam ini, dialog antaragama yang selama ini tidak benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat bawah yang terhimpit berbagai macam permasalahan sosial, dapat menjalankan fungsi kemanusiaannya yang lebih riil. Perbedaan agama kemudian akan lebih dirasakan sebagai rahmat dari pada laknat. Agama akan mampu hadir dengan sosoknya yang lebih manusiawi, bukan sosok yang sering menumpahkan darah dan air mata.